Sikap Netral Jadi Alasan Dua Pelatih Asing Dianggap Layak Latih Timnas Indonesia

2025-10-16 00:43:23 By Ziga

Desakan agar Patrick Kluivert melepas jabatannya sebagai pelatih Timnas Indonesia semakin menguat. Gagalnya skuad Garuda melangkah ke Piala Dunia 2026 menjadi titik balik yang mengguncang posisi eks striker timnas Belanda tersebut.

 

PSSI dikabarkan segera menggelar rapat Komite Eksekutif (Exco) untuk menentukan masa depan Kluivert. Namun, sejumlah pihak mengingatkan agar federasi tidak tergesa-gesa mengambil keputusan—belajar dari pengalaman sebelumnya saat memecat Shin Tae-yong dan menunjuk Kluivert secara mendadak.

 

Kini, wacana pergantian pelatih kembali mencuat. Sejumlah nama pelatih asing mulai diperbincangkan publik dan para pengamat sebagai kandidat potensial pengganti Kluivert.

 

Salah satu yang ramai dibicarakan adalah Shin Tae-yong, sosok yang membangun fondasi kuat Timnas Indonesia pada periode 2020–2024. Selain itu, dua pelatih yang kini berkarier di BRI Super League—Bojan Hodak dan Jean-Paul van Gastel—juga disebut masuk dalam radar.

 

Hodak sukses mengantarkan Persib Bandung meraih dua gelar Liga 1 beruntun, sementara Van Gastel mampu mengubah wajah permainan PSIM Yogyakarta di awal musim Super League 2025/2026. Mantan asisten Giovanni van Bronckhorst di Feyenoord itu dikenal memiliki pendekatan taktik modern dan progresif.

 

Namun, dua nama lain belakangan mencuat sebagai alternatif paling realistis: Thomas Doll dan Bernardo Tavares. Kedua pelatih ini dianggap memiliki filosofi serupa dengan Shin Tae-yong—mampu membangun tim jangka panjang dan memberi ruang besar bagi pemain muda.

 

Pengamat sepak bola asal Malang, Efendi Aziz, menilai Doll dan Tavares sebagai figur ideal untuk menangani Timnas Indonesia di situasi saat ini.

 

“Kita harus akui Shin Tae-yong meninggalkan fondasi kuat bagi sepak bola Indonesia, terutama dalam hal pembinaan pemain muda. Thomas Doll dan Bernardo Tavares punya kemampuan serupa ketika melatih di sini,” ujar Efendi.

 

Baik Doll maupun Tavares memang dikenal gemar mempromosikan pemain muda ke skuad nasional. Namun, Efendi juga menilai bahwa kembalinya Shin Tae-yong justru bisa memunculkan polemik baru di publik.

 

“Shin Tae-yong tidak harus kembali. Pro dan kontra terhadap dirinya terlalu besar. Jika situasi itu dibiarkan, Timnas tidak akan maju. Thomas Doll dan Bernardo Tavares lebih netral dan memahami karakter sepak bola Indonesia,” tambahnya.

 

Meski begitu, Efendi menyebut ada potensi gesekan bila Thomas Doll dipercaya melatih Garuda.

 

“Kelemahan Doll adalah labelnya sebagai mantan pelatih Persija. Saat Kluivert menurunkan Klok dan Beckham melawan Arab Saudi, muncul kecemburuan di antara pemain, apalagi performa keduanya kurang maksimal. Karena itu, Bernardo Tavares bisa jadi pilihan lebih realistis,” ujarnya.

 

Tavares, yang baru berpisah dengan PSM Makassar karena persoalan gaji, dinilai punya pendekatan taktis yang cocok dengan karakter pemain Indonesia.

 

“Kita lihat gaya bermain PSM di bawah Tavares. Pemain lokal punya ciri khas ala Brasil, sementara pemain naturalisasi bernuansa Eropa. Jika disatukan oleh pelatih yang tepat, kombinasi itu bisa jadi kekuatan besar,” jelas Efendi.

 

Kini, keputusan akhir ada di tangan PSSI. Apakah mereka akan memberikan kesempatan kedua bagi Patrick Kluivert, atau memilih membuka babak baru bersama pelatih asing yang lebih memahami kultur sepak bola Indonesia?

 

Satu hal pasti, jika Indonesia ingin melangkah lebih jauh di level internasional, pilihan pelatih harus didasarkan pada visi jangka panjang—bukan semata popularitas atau nama besar di masa lalu.